Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘pasal’

Bilamana dahulu kita mengenal staatsblad 1917 nomor 129, diantaranya mengatur tentang pengangkatan anak (adopsi) yang hanya boleh dilakukan dengan akta notaris, maka setelah berlakunya UU 23 tahun 2006 hal tersebut bukan lagi menjadi kewenangan notaris melainkan beralih menjadi wewenang pengadilan negeri didalam bentuk penetapan pengadilan, periksa pasal  47 UU 23 tahun 2006. UU-23-TAHUN-2006-ADMINISTRASI-KEPENDUDUKAN

Read Full Post »

Pasal 4 UU 12 tahun 2006, diantaranya menerangkan bahwa yang  dimaksud dengan Warga Negara Indonesia adalah:

1.       anak  yang lahir dari perkawinan yang  sah  dari  :

1.1.    seorang  ayah  Warga Negara Indonesia dan ibu Warga Negara Asing;

1.2.    seorang ayah Warga Negara Asing dan ibu Warga Negara Indonesia.

2.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari :

2.1.    seorang ibu Warga NegaraIndonesia, tetapi ayahnya tidak  mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewargaanegaraan kepada anak tersebut;

2.2.    seorang ibu Warga Negara Asing yang diakui oleh seorang ayah Warga NegaraIndonesiasebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas)  tahun dan/atau belum kawin;

  • Selanjutnya disebut obyek topik permasalahan hukum (OT)

Pasal 6 (1) UU 12 tahun 2006, diantaranya menerangkan :

(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18  tahun atau sudah kawin, maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. 

Sedangkan Pasal 21 (1) UU 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, diantaranya menerangkan : Hanya Warga NegaraIndonesia dapat mempunyai Hak Milik.

Demikian pula pasal 30 (1) dan 36 (1) UU 5 tahun 1960, diantaranya menerangkan : yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan ialah Warga NegaraIndonesia.

 Kesimpulan I : sebelum OT mencapai usia 18 tahun atau telah berusia 18  tahun dan menyatakan kehendaknya memilih kewarganegaraan Republik Indonesia adalah subyek hukum yang dapat mempunyai hak atas tanah dengan Hak Milik dan/atau Hak Guna Usaha dan/atau Hak Guna Bangunan.

Sedangkan berdasarkan Pasal 35 (1) UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menerangkan : Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Pasal 119 KUHPerdata, menerangkan : mulai saat perkawinan dilangsungkan maka berlakulah persatuan antara harta kekayaan suami dan istri, selama mengenai hal tersebut tidak ditiadakan dengan perjanjian kawin.

 Kesimpulan II : terhadap orang tua OT tidak dapat mempunyai hak atas tanah dengan Hak Milik dan/atau Hak Guna Usaha dan/atau Hak Guna Bangunan, karena hak tersebut menjadi harta bersama yang dimiliki oleh subyek hukum yang kawan kawinnya adalah subyek hukum asing, sedangkan OT sendiri dapat mempunyai hak atas tanah tersebut.

Pasal 299 KUHPerdata, menerangkan : Sepanjang perkawinan ayah dan ibu, tiap-tiap anak sampai ia menjadi dewasa tetap berada dibawah kekuasaan mereka, kecuali mereka dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan itu.

Oleh karena itu orang tua wajib mengurus harta kekayaan OT dan harus bertanggung jawab, baik terhadap kepemilikan maupun hasil dari hak atas tanah tersebut, walaupun orang tua tersebut diperbolehkan menikmati hasilnya. Tetapi tentang kepemilikannya orang tua tidak dapat menjaminkan atau menjual atau memindah tangankan tanpa mendapat kuasa dari Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri tidak akan memberikan kuasa, kecuali atas dasar keperluan yang mutlak atau jika terang ada manfaatnya dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah terhadap para keluarga dari OT dan wali pengawas (Balai Harta Peninggalan).

 Kesimpulan III : orang tua OT dapat menyelundupi hukum dengan cara membeli hak atas tanah atas nama OT, kemudian bilamana pada suatu saat akan menjual atau memindah tangankan mengajukan permohonan Penetapan kepada Pengadilan Negeri dan meminta persetujuan dari wali pengawas (Balai Harta Peninggalan atau weskamer).

Apakah kesimpulan-kesimpulan tersebut benar ?

Walaupun seolah-olah kesimpulan tersebut benar, tetapi yang terakhir kita harus pula memperhatikan ketentuan :

1.       pasal 21 ayat 4 UU 5 tahun 1960, menjelaskan :

Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 pasal ini.

2.      pasal 21 ayat 3 UU 5 tahun 1960, menjelaskan :  orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula Warga Negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraan nya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau Hak Milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

 Kesimpulan IV atau terakhir : baik orang tua OT maupun OT tidak dapat menyelundupi hukum dengan cara membeli hak atas tanah, baik Hak Milik dan/atau Hak Guna Usaha dan/atau Hak Guna Bangunan – atas nama OT, karena kemungkinannya telah ditutup oleh pasal 21 ayat 4 UU 5 Tahun 1960.

UU-12-TAHUN-2006-KEWARGANEGARAAN

Read Full Post »